Jumat, 04 Mei 2018

laporan praktikum fitokimia skrining fitokimia


PERCOBAAN I
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
A.    Tujuan
Dapat melakukan pembuatan simplisia serta prosedur penapisan fitokimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif simplisia.
B.     Dasar teori
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolaan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan,
Terdapat 3 jenis simplisia yaitu :
a.       Simplisia nabati
b.      Simplisia hewani
c.       Simplisia pelikan
Proses pembuatan simplisia :
·         Pengumpulan bahan baku
·         Sortasi basah
·         Pencucian
·         Pengubahan bentuk
·         Pengeringan
·         Sortasi kering
·         Pengepakan dan penyimpanan
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat denan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metoe ekstraksi (Kristianti dkk., 2008). 
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/steroid , tanin dan saponin menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone (Harbone, 1987) dan (Depkes, 1995).
1.    Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat et al., 2009). Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder y ang disintesis dari asam piruvat melalui  metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid adalah seny awa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987).
2.    Alkaloida
Merupakan golongan zat tambahan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Teyler. V. E, 1988). Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap . pereaksi mayer memberikan endapan warna putih. Pereaksi dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi dragendorff membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
3.    Kuinon
Adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromor pada benzokuinon, yang terdiri atas 2 gugus karbonil yang berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi 4 kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Untk memastikan adanya suatu pigmen termasuk kuinonatau bukan, reaksi warna sederhana masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harborne. J. B, 1987).
4.    Tanin
Merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada daun, buah dan batang. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan dan membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan logam besi tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae terdapat khusus pada jaringan kayu. Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Didalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzin sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak misalnya bila hewan memakannya maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencerna hewan pemakan tumbuhan (Gunawan, 2004).
5.    Saponin
Merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang terbesar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Leswara, 2005).






C.   HASIL
Hasil pengamatan skrining fitokimia
Nama simplisia       : Piperis Nigrum Linn.
Metode Ekstrasi      :
Hasil pengamatan    :
No
Jenis Uji
Hasil
Keterangan
1
Alkaloid
a.       Pereaksi Mayer (+)
b.    Pereaksi Dragendroff (+)
a.       Endapan menggumpal warna putih
b.      Warna merah/jingga
2
Flavonoid
(-)
Warna putih
3
Tanin
(-)
Keruh
4
Saponin
(-)
Tidak terbentuk buih
5
Kuinon
(-)
keruh

D.  PEMBAHASAN
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008).
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/ steroida, tanin dan saponin menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone (Harbone, 1987). Pada praktikum ini melakukan skrining fitokimia pada ekstrak lada hitam atau merica, melakukan identifikasi ekstrak tanaman lada hitam yang bertujuan untuk mendeteksi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon pda serbuk lada hitam atau merica (piperis nigrum L.).
Uji pertama dilakukan uji alkaloida menggunakan larutan pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendroff utnuk setiap pengujian rata-rata dilakukan pemanasan di penangas air. Untuk hasil skrining fitokimia pada serbuk lada hitam yang pertama uji alkaloida yang menggunakan pereaksi Mayer diperoleh hasil endapan menggumpal berwarna putih atau kuning (+) dan untuk pereaski Dragendroff diperoleh hasil warna merah/jingga (+). Kedua uji Flavonoid diperoleh hasil warna putih (-) yang ketiga uji saponin hasil tidak didapat adanya buih pada larutan (-) yang ke empat uji tanin didapat hasil larutan keruh (-) dan yang kelima uji kuinon larutan yang diperoleh dari identifikasi flavonoid ditambahkan NaOH 1N didapat hasil larutan keruh (-).
Hal ini berbeda dengan pustaka yang menyatakan ekstrak lada hitam mengandung senyawa alkaloida, glikosida, tanin, fenol, terpenoid/steroid dan flavonoid ( Nahak dan Sahu, 2011). Perbedaan kandungan metabolit sekunder ini didgua dipengaruhi oleh perbedaan kondisi geografis tempat tumbuh sampel.

E.  KESIMPULAN
-          Dapat melakukan skirining fitokimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif simplisia
-          Hasil alkaloid (+), flavonoid (-), saponin (-), tanin (-), kuinon (-)

F.   DAFTAR PUSTAKA
Bhat,S.V., B.A. Nagasampagiand S. Meenakshi. 2009. NaturalProducts: Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi. India.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 334, 336, 337.
Gunawan, Didik dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid I, Penebar Swadaya, Jakarta.
Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 23, 47.
Leswara, 2005, Buku Ajar Kimia Organik, Ari Cipta, Jakarta.
Nahak, G. dan R.K Sahu. 2011. Phytochemical Evaluation and Antioxidant Activity of Piper cubeba and Piper nigrum. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 1. No. 8. pp. 153-157.
Teyler. V. E., dkk. 1988. Pharmacognosy 9th edition. 187-188. Phiadelphia: Lea & Febiger.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar